Call Us : ( +62 ) 838 696 62000
Senin - Sabtu : 10.00 - 22.00

.

Sabtu, 27 November 2010

Handphone Sebagai Media Pembelajaran

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional. UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara. (Sisdiknas, 2003).
Kualitas pendidikan Indonesia bisa dibuktikan dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke- 105 (1998), dan ke-109 (1999). (Al-jawi, 2006).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (Al-jawi, 2006), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.
Menurut Al-jawi (2006) makna dari dari data diatas adalah adanya masalah dari sistem pendidikan Indonesia. Ditinjau secara perspektif teknis (praktis), masalah ini berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.
Berbicara prestasi belajar siswa, Prestasi belajar siswa Indonesia belum maksimal bisa dibuktikan dengan data Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003, siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Senada dengan pernyataan diatas, dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). (Al-jawi, 2006).
Pada seminar ”Inovasi Pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas”, Sulistiyo menyatakan proses pembelajaran para guru di Indonesia dinilai monoton, banyak guru sering mengajar hanya berdasar buku dari halaman ke halaman. Jika itu diteruskan, kemampuan siswa tak bakal berkembang baik. (Suara Merdeka Ciber News: 2009).
Menurut Al-jawi (2006) solusi dari permasalahan prestasi belajar siswa adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga/media pembelajaran dan sarana-sarana pendidikan,dsb.
Pengembangan media merupakan salah satu solusi dalam peningkatan prestasi belajar seperti yang dikemukakan Al-jawi di atas. Melihat kerucut pengalaman Edgar Dale (Arsyad, 2009:10-11) tingkat kekonkretan berada paling bawah yaitu pengalaman langsung. Dasar pengembangan kerucut ini bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indra yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman  itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba.
Keterangan diatas menyimpulkan bahwa pengalaman langsung merupakan cara yang paling baik. Menurut Sadiman, dkk (2008: 4) tidak selamanya pengalaman langsung atau membawa siswa ke benda/objek/perisriwa sebenarnya digunakan dalam proses pembelajaran. Bayangkan apabila materi yang akan disampaikan tentang gerhana bulan. Perlu adanya sumber lain untuk menyampaikan pesan tersebut, misalnya model, gambar, bagan, film bingkai, film gelang, dan film bisa menyampaikan pesan tersebut dengan baik. Menurut Sadiman, dkk (2008: 17). Penggunaan media yang tepat dan bervariasi dapat menimbulkan kegairahan dalam belajar. Media pembelajaran merupakan alat bantu kegiatan belajar mengajar untuk dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar.
Pertengahan abad 20, para ahli dibidang psikologi belajar banyak yang tertuju dengan penggunaan alat-alat di dalam kelas, salah saeorang diantaranya ialah Sidney Pressey (Surakhmad, 1980: 112).
Menurut Surakhmad (1980: 122) alat yang dikembangkan Pressey berisi bahan-bahan yang disusun dalam pertanyaan bentuk pilahan ganda, dengan empat buah alternatif ( diantara empat buah itu, sebuah adalah alternatif benar).
Skinner (Surakhmad, 1980:113) menilai adanya kelemahan dari alat yang dikembangkan Pressey tersebut. Pertama, murid dibiasakan memilih satu dari jumlah kecil alternatif. Kedua, bahan-bahan pelajaran tidak tersusun menurut pola-pola yang bernilai didaktis. Melihat kelemahan itu Skinner membuat alat jenis lain yang berusaha mengatasi kelemahan jenis terdahulu, yaitu dengan menerapkan pola berprograma dalam alat yang diciptakannya.
   Berbeda dengan ciptaan Skinner yang mengusung pola berprograma tipe linear, Norman Crowder (Nasution, 1999:108) menciptakan mesin belajar dengan program branching atau bercabang. Mesin yang diciptakan Crowder ini murid dapat belajar sendiri menurut kecepatannya masing-masing. Langkah-langkah diatur sedimikian rupa sehingga harapan bahwa murid dapat melakukannya dengan baik. Apabila salah, maka kesalahan itu segera dapat diperbaiki atau murid dibimbing secara khusus seperti dalam program bercabang agar dapat membuatnya sendiri tanpa bantuan guru. Belajar berprograma tidak hanya dapat dilakukan dengan mesin, tetapi juga bisa dengan buku yang disusun dengan tujuan itu. Ketepatan dalam pemilihan media akan sangat membantu guru dalam penyampaian materi.
Adapun kriteria pemilihan media menurut Dick dan Carey (Sadiman, dkk 2008: 86) menyebutkan bahwa di samping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertama adalah ketersediaan sumber setempat. kedua adalah ketersediaan dana, tenaga dan fasilitas dalam membeli atau memproduksi sendiri. Ketiga, faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media. Keempat, efektivitas biaya dalam jangka waktu yang panjang.
Melihat perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat, terutama teknologi handphone yang semakin hari semakin canggih dan maraknya handphone di Indonesia terutama kalangan pelajar, maka handphone bisa dijadikan alternatif device yang bisa memenuhi kriteria pemilihan media menurut Dick dan Carey.
 Handphone (HP) atau disebut pula dengan perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless).
Maraknya handphone di Indonesia bisa dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan InMobi. InMobi perusahaan yang bergerak di bidang Mobile Ads Network menyatakan Indonesia menjadi pengguna handphone terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2009 pengguna handphone di Indonesia mencapai angka 100 juta lebih, maka untuk periode 2010 ini InMobi meramal angka pengguna handphone di Indonesia naik menjadi 146 juta. Lebih spesifik pada tahun 2010 lagi InMobi memperkirakan bahwa melonjaknya pengguna handphone di Indonesia itu didominasi kalangan muda yang berusia dibawah 27 tahun. Mereka akan menguasai statisitik pengguna handphone di Indonesia hingga 72%. (Iksan, 2010).

Handphone di kalangan pelajar sudah terdengar tidak asing lagi. Hampir semua pelajar sekarang mempunyai handphone. Salah satu fungsi handphone bagi pelajar yaitu, untuk mempermudah komunikasi dengan sesama pelajar , mendengarkan lagu, menjadikan alarm, membuat catatan kecil, dokumentasi, dsb. Munculnya versi MIDP 2.0 pada mobile communication diharapakan dapat meningkatkan tawaran aplikasi-aplikasi yang ber-platform independent. (Hartanto, 2004:v)
Melihat mesin belajar Pressey yang dikembangkan oleh Crowder dan melihat maraknya handphone di kalangan pelajar yang dinilai sudah cukup memenuhi kriteria pemilihan media menurut Dick dan Carey, maka dalam penelitian kali ini akan mengembangkan mesin belajar Crowder yang mengikuti pola pembelajaran tipe branching dengan device handphone.
Pemanfaatan handphone dalam pembelajaran di Indonesia tergolong bukan hal baru. Salah satu lembaga yang mengembangkannya adalah P4TK Matematika. P4TK Matematika mengembangkan aplikasi handphone yang berisi konten pendidikan ini diluncurkan pada awal tahun 2008. P4TK Matematika mengenalkan media belajar Matematika lewat telepon seluler. Media pembelajaran Matematika bernama mathematic mobile learning ini diharapkan bisa menjadi sarana untuk menambah pengetahuan umum matematika secara murah dan praktis.( m.p4tkmatematika.org, 2008).
 Setiap kegiatan belajar seorang guru memerlukan bantuan media demi peningkatan kualitas proses pembelajarannya. Begitu pula pada pembelajaran biologi. Pembelajaran biologi sangat membutuhkan visualisasi untuk mengubah realitas menjadi abstrak., sehingga dapat membantu siswa dalam menerima pesan yang disampaikan. 
Pada kenyataannya pembelajaran biologi masih menggunakan cara konvensional, guru mengajar dari bab ke bab, menulis catatan dan siswa dituntut menghapalkan bahasa latin yang sangat banyak. Menurut Soya (2008) pembelajaran biologi bukan pembelajaran menulis dan menghapal, akan tetapi memahami dengan penalaran. 
Mempelajari ilmu sains menggunakan metode ceramah dirasa kurang relevan, karena dalam meteode ceramah kurang adanya visualisasi dan menjenuhkan. Biologi merupakan cabang ilmu sains yang mempelajari kehidupan alam. Mata pelajaran biologi banyak membutuhkan visualisasi objek sehingga apa yang dipelajari siswa bisa tergambarkan dalam pikirannya. (Alfauzi, Mahfudl 2009: 2-3).
Melihat peluang dan permasalahan diatas, maka pada penelitian kali ini penulis tertarik dengan pembelajaran dengan menggunakan handphone yang sifatnya  memberi kemudahan untuk siswa dalam belajar yang sampai saat ini masih jarang sekali digunakan untuk pembelajaran. Pada penelitian kali ini juga akan menerapkan model pembelajaran tipe branching pada aplikasi yang dibuat. Kemudahan dan kenyamanan dalam belajar dan didukung dengan teori model pembelajaran berprograma tipe branching yang menarik pada aplikasi yang dibuat, diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran biologi.
Pada penelitian kali ini penulis memberi judul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berprograma  Tipe Branching Berbasis Aplikasi Handphone Terhadap Prestasi Belajar Siswa”.
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian kali ini memfokuskan pada bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran berprograma tipe branching berbasis aplikasi handphone terhadap prestasi belajar siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SHARETHIS